BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Istilah
kata sering kita dengar dan sering kita gunakan. Malah barangkali kata kata ini
hampir setiap hari dan setiap saat selalu kita gunakan dalam segala kesemptan
dan untuk segala keperluan. Namun, kalau di tanya apakah kata itu? Maka
jawabannya barangkali tidak semudah menggunakannya. Para linguis yang
sehari-hari bergelut dengan kata ini, hingga dewasa ini kiranya tidak pernah
mempunyai kesamaan pendapat mengenai konsep apa yang disebut kata itu.
Para tata bahasawan tradisional biasanya
memberi pengertian terhadap kata berdasarkan arti dan ortografi. Menurut mereka
kata adalah satuan bahasa yang memiliki satu pengertian atau kata adalah
deretan huruf yang di apit oleh dua buah spasi dan mempunyai satu arti. Dalam
kajian bahasa arab malah di katakan “kata-kata dalam bahasa arab biasanya
terdiri dari tiga huruf”. Pendekatan arti dan ortografi dari kata bahasa
tradisional ini banyak menimbulkan masalah. Kata-kata seperti sikat, kucing, dan spidol memang bisa dipahami sebagai satu kata;
tetapi bentuk-bentuk seperti matahari,
tiga puluh dan luar negeri apakah
sebuah kata, ataukah dua buah kata, bisa di perdebatkan orang. Pendekatan
ortografi untuk bahasa-bahasa yang menggunakan hurufnya Latin, bisa dengan
mudah dipahami meskipun masih timbul persoalan. Pendekatan ortografi ini agak
sukar di terapkan untuk bahasa yang tidak menggunakan huruf Latin, sebab,
misalnya, bagaimana kita harus menentukan spasi pada aksara Cina, Jepang, atau
juga aksara Arab.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Kata ?
2. Apa yang dimaksud dengan Kata Dasar ?
3. Apa yang dimaksud dengan Kata Turunan ?
4. Apa yang dimaksud dengan Kelas Terbuka ?
5. Apa yang dimaksud dengan Kelas Tertutup ?
6. Apa Perbedaan Kata dengan Morfem ?
1.3 Tujuan
Tujuan dalam penulisan
makalah ini adalah mengetahui mengenai hakikat kata serta untuk menambah
pengetahuan dan mempermudah proses pembelajaran serta bermanfaat bagi kita
semua.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1 Hakikat Kata
Menurut kamus besar bahasa
Indonesia, kata adalah unsur bahasa yang diucapkan atau dituliskan yang
merupakan perwujudan kesatuan perasaan dan pikiran yang dapat digunakan dalam
bahasa. Para tata bahasawan struktural, terutama
penganut aliran Bloomfield, tidak lagi membicarakan kata sebagai satuan lingual
dan menggantikannya dengan satuan yang disebut morfem. Mereka membahas morfem
ini dari berbagai segi dan pandangan. Tetapi tidak pernah mempersoalkan apakah
kata itu. Batasan kata yang di buat Bloomfield sendiri, yaitu kata adalah
satuan bebas terkecil (a minimal free
form) tidak pernah di ulas atau di
komentari, seolah-olah batasan itu sudah bersifat final. Para linguis setelah
Bloomfield juga tidak menaruh perhatian khusus terhadap konsep kata. Malah tata
bahasa Generatif Transformasi, yang di cetuskan dan di kembangkan oleh Comsky, meskipun
menyatakan kata adalah dasar analisis kalimat, hanya menyajikan kata itu dengan
symbol-simbol V (verba), N (nomina), A (adjektiva), dan sebagainya. Tidak di
bicarakannya hakikat kata secara khusus oleh kelompok Bloomfield dan
pengikutnya adalah karena dalam analisis bahasa, mereka melihat hierarki bahasa
sebagai: fonem, morfem dan kalimat. Berbeda dengan tata bahasa
tradisional yang melihat hierarki bahasa sebagai : kata dan kalimat.
Batasan kata yang umum kita jumpai dalam
berbagai buku linguis Eropa adalah bahwa kata merupakan bentuk yang, kedalam
mempunyai susunan fonologis yang stabil dan tidak berubah dan keluar mempunyai
kemungkinan mobilitas di dalam kalimat. Batasan tersebut mengiratkan dua hal. Pertama, bahwa setiap kata mempunyai
susunan fonem yang urutannya tetap dan tidak dapat berubah, serta tidak dalam
di selipi atau di selang oleh fonem lain. Jadi, misalnya, kata sikat, urutan fonemnya adalah /s/, /i/,
/k/, /a/, dan /t/ urutan itu tidak dapat di ubah menjadi /s/, /k/, /a/, /i/,
dan /t/. atau di selipi fonem lain, misalnya, menjadi /s/, /i/, /u/, /k/, /a/,
dan /t/ keduanya setiap kata
mempunyai kebebasan berpindah tempat di dalam kalimat, atau tempatnya dapat di isi
atau di gantikan oleh kata lain; atau juga dapat di pisahkan dari kata lainnya.
Ciri pertama, kiranya tidak menimbulkan
masalah, tetapi ciri kedua menimbulkan masalah. Misalnya, kalimat nenek membaca komik itu kemarin. Kalimat
itu terdiri dari lima buah kata, yaitu nenek,
membaca, komik, itu, dan kemarin. Setiap
kata mempunyai susunan dan urutan fonem yang tetap dan tidak dapat di ubah
tempatnya. Sebaliknya, posisi setiap kata dapat di pindahkan, umpamanya,
menjadi kemarin kemarin nenek membaca
komik itu atau nenek kemarin membaca komik itu. Sampai disitu tidak ada
masalah. Namun, ternyata kita tidak dapat menemptkan kata kemarin diantara kata komik
dan kata itu, sebab konstruksi nenek membaca komik kemarin itu tidak
berterima. Ini berarti juga, urutan kata komik
itu tidak dapat di pindahkan kemana-mana di dalam kalimat tersebut.
Dalam bahasa-bahasa berfleksi, seperti bahasa
latin, bahasa arab, bahasa italia, dan bahasa inggris, setiap kategori kata
(verba, nomina, adjektiva, dsb). Biasanya mempunyai sejumlah bentuk yang sesuai
dengan fungsi gramatikal atau sintaksis kata itu. Kita ambil contoh kata
inggris sing, yang mempunyai bentuk
lain sings, yaitu untuk orang ketiga
tunggal. Di samping itu ada pula bentuk song
dan bentuk jamaknya songs. Keempat
kata ini yaitu sing, sings, song, dan
songs bukanlah empat buah kata yang
berbeda melainkan hanya dua buah yang berbeda. kata sing dan sings adalah dua
bentuk dari akat yang sama. Perbedaannya terletak pada, kata sing
untuk orang pertama dan kata sings
untuk orang ketiga tunggal. Kata song dan
songs juga bukan dua buah kata yang
berbeda, melainkan sebuah kata yang sama. Perbedaannya, bentuk song adalah untuk tunggal dan songs untuk jamak. Jadi, secara
gramatikal dari deretan empat buah kata inggris di atas hanya ada dua buah
kata. Bentuk dasar yang menurunkan kata sing
dan sings adalah leksem SING
(dalam study linguistic untuk
menyatakan bentuk leksem selalu di gunakan huruf besar). Yang menurunkan kata song dan songs adalah leksem SONG.
2.2 Bentuk Kata
2.2.1 Kata Dasar
kata dasar adalah kata yang belum ditambahkan dengan awalan, imbuhan
atau
akhiran
Misalnya :
Lari (kata dasar) + ber- (awalan) = Berlari
baik (katas dasar) + ter- (awalan) = Terbaik
Lari (kata dasar) + ber- (awalan) = Berlari
baik (katas dasar) + ter- (awalan) = Terbaik
2.2.2 Kata Turunan
Perubahan
yang disebabkan karena adanya afiks atau imbuhan baik di awal (prefiks atau
awalan), tengah (infiks atau
sisipan), maupun akhir (sufiks atau
akhiran) kata. Syarat afiksasi yaitu kata afiks itu harus dapat ditempatkan
pada bentuk-bentuk lain untuk membentuk kata atau pokok kata baru. Contoh: kata
minuman, kata ini terdiri dari dua unsur langsung, yaitu kata minum yang di sebut
bentuk bebas dan –an yang di sebut bentuk terikat. Makna ini di sebut makna
afiks. Contoh kata yang lain seperti: kata timbangan, pikiran, satuan,
gambaran, buatan, bungkusan.
Kata afiks itu merupakan bentuk terikat,
tidak dapat berdiri sendiri dan secara gramatis (tertulis) selalu melekat pada
bentuk lain. Contoh: kedua, kehendak, kekasih, ketua, artinya antara imbuhan
ke- dan kata dua tidak dapat di pisahkan, karena apabila dipisahkan akan
mempunyai arti yang berbeda. Demikian juga dengan kata kehendak, kekasih dan
ketua. Berbeda halnya dengan bentuk di seperti pada kata di rumah, di
pekarangan, di ruang, tidak dapat di golongkan afiks, karena sebenarnya bentuk
itu secara gramatis mempunyai sifat bebas. Demikian halnya dengan bentuk ke
seperti pada kata ke rumah, ke toko, ke kota , ini tidak dapat di golongkan
afiks. Jadi, dalam afiks hanya dapat di bentuk apabila imbuhan itu dalam bentuk
terikat.
Afiks tidak memiliki arti leksis, artinya
tidak mempunyai pertalian arti karena kata itu berupa imbuhan. Sedangkan
imbuhan itu dapat mempengaruhi arti kata itu sendiri. Contoh: bentuk –nya yang
sudah tidak mempunyai pertalian arti dengan ia. Misalnya: rupanya, agaknya,
termasuk golongan afiks, karena hubungannya dengan arti leksisnya sudah terputus.
Imbuhan itu dapat mengubah makna, jenis dan
fungsi sebuah kata dasar atau bentuk dasar menjadi kata lain, yang fungsinya
berbeda dengan kata dasar atau bentuk dasar.
Contoh:
afiks baru: pembaruan → peng- an. Pada contoh ini terjadi perubahan bentuk
imbuhan dari pem- an menjadi peng- an, hal ini terjadi karena pengaruh
asimilasi bunyi. Kata belakang → keterbelakangan → terbelakang. Pada kata ini
terjadi perubahan bentukke-an.
Macam-Macam
Imbuhan (Afiks)
A. Awalan (prefiks/ prefix)
Awalan (prefiks / prefix)
adalah imbuhan yang terletak di awal kata. Proses awalan (prefiks) ini di sebut
prefiksasi (prefixation). Berdasarkan dan pertumbuhan bahasa yang
terjadi, maka awalan dalam bahasa indonesia dibagi menjadi dua macam, yaitu
imbuhan asli dan imbuhan serapan, baik dari bahasa daerah maupun dari bahasa
asing. Awalan terdiri dari me, di, ke, ter, pe, per, se, ber,
dan dijelaskan dalam contoh.
a. Awalan me
dan pe
Awalan me- pada sebuah kata
dasar berfungsi untuk membentuk kata kerja aktif. Awalan pe- pada suatu kata
dasar dapat berfungsi menjadi kata benda.
Perubahan awalan me- menjadi meng-, pe-
menjadi peng- terjadi jika kata dasar yang mengawali memiliki bunyi: /a/, /e/,
/g/, /h/,/i/, /u/, /o/, /k/
Contoh: ambil→mengambil,
Perubahan awalan me- menjadi men-, pe-
menjadi pen- terjadi jika kata dasar yang mengawali memiliki bunyi: /c/, /d/,
/j/
Contoh: cuci→
mencuci,
cuci → pencuci
Perubahan awalan me- menjadi mem-, pe-
menjadi pem- terjadi jika kata dasar yang mengawali memiliki bunyi: /b/, /f/,
/v/
Contoh:
beli→membeli
beli→ pembeli
Perubahan awalan me menjadi meny-, pe-
menjadi peny- terjadi jika kata dasar yang mengawali memiliki bunyi: /s/
Contoh: siksa→
menyiksa
siksa→ penyiksa
Awalan me tetap menjadi me apabila kata dasar
yang mengawali memiliki bunyi: /l/, /m/, /n/, /ng/, /r/, dan /w/.
Contoh: lirik →
melirik
Kata dasar yang memiliki
bunyi /p/, /t/, /k/ diubah menjadi /m/ dan /n/
Contoh: pakai – memakai,
pemakai
Kata dasar yang tidak
mengalami perubahan bunyi awalan adalah: /l/, /m/, /n/, /r/.
Contoh: lamar – melamar,
pelamar
Awalan me(N)- memiliki makna sebagai berikut.
a. Melakukan perbuatan.
Contoh: mengambil, menjual, menilai.
b. Melakukan perbuatan dengan alat.
Contoh: mengail, menyabit, mencangkul.
c. Menjadi atau dalam keadaan.
Contoh: menurun, meluap, meninggi.
a. Melakukan perbuatan.
Contoh: mengambil, menjual, menilai.
b. Melakukan perbuatan dengan alat.
Contoh: mengail, menyabit, mencangkul.
c. Menjadi atau dalam keadaan.
Contoh: menurun, meluap, meninggi.
b. Awalan
ber
Penggunaan awalan ber- mempunyai kaidah-kaidah
sebagai berikut.
1. Apabila diikuti bentuk dasar yang berhuruf awal /r/ atau yang suku kata awalnya berakhir dengan –er-, maka awalan ber- berubah menjadi be-.
1. Apabila diikuti bentuk dasar yang berhuruf awal /r/ atau yang suku kata awalnya berakhir dengan –er-, maka awalan ber- berubah menjadi be-.
Contoh:
ber + rantai → berantai
2.
Apabila bertemu dengan kata ajar maka ber berubah menjadi bel.
Contoh: ber + ajar → belajar
3. Apabila diikuti kata dasar selain yang
disebutkan di atas, ber- tidak mengalami perubahan bentuk.
Contoh: ber + balik → berbalik
Contoh: ber + balik → berbalik
Awalan ber- bermakna sebagai berikut.
a. Melakukan perbuatan.
Contoh: bernyanyi, berbaur, berdandan.
b. Mempunyai
Contoh: beratap, berhasil, beruang, berambut.
c. Memakai/menggunakan/mengendarai.
Contoh: berbaju, bersepeda, bersepatu.
a. Melakukan perbuatan.
Contoh: bernyanyi, berbaur, berdandan.
b. Mempunyai
Contoh: beratap, berhasil, beruang, berambut.
c. Memakai/menggunakan/mengendarai.
Contoh: berbaju, bersepeda, bersepatu.
c. Awalan di
dan ter
Awalan di- dan ter- berfungsi membentuk kata
kerja dan membawa arti yang pasif. Penempatan obyek di depan sebagai subyek
dalam kalimat dan pemindahan pelaku menjadi obyek dalam kalimat dapat
diterapkan untuk kedua awalan ini.
Contoh: Kotoran itu diinjak oleh temanku.
(membawa arti pasif)
Pintu itu tertutup. (arti fasif)
Awalan ter- menyatakan makna sebagai
berikut.
a. Sudah di- atau dapat di-.
Contoh: tertutup, terbuka.
b. Ketidaksengajaan
Contoh: terbawa, terpegang, terlihat, tertendang.
a. Sudah di- atau dapat di-.
Contoh: tertutup, terbuka.
b. Ketidaksengajaan
Contoh: terbawa, terpegang, terlihat, tertendang.
d. Awalan se
Awalan
se- berfungsi untuk membentuk kata benda.
Contoh: Ikat → seikat,
Makna-makna yang dikandung awalan se- adalah
sebagai berikut.
a. Berarti satu
Contoh: sebuah, sebatang, seorang, seekor, sebutir.
b. Berarti seluruh atau seisi
Contoh: sedesa, serumah, sekampung, senegeri.
a. Berarti satu
Contoh: sebuah, sebatang, seorang, seekor, sebutir.
b. Berarti seluruh atau seisi
Contoh: sedesa, serumah, sekampung, senegeri.
e. Awalan ke-
berfungsi
membentuk kata kerja intransitif ( tidak membutuhkan obyek).
Contoh: Luar →
keluar (Ia sedang keluar .)
Makna
yang terkandung pada awalan –ke adalah sebagai berikut.
a. Bermakna tingkat atau kumpulan
Contoh: kesatu, kedua, ketiga, kesepuluh.
b. Yang di-i
Contoh: ketua, kehendak, kekasih.
a. Bermakna tingkat atau kumpulan
Contoh: kesatu, kedua, ketiga, kesepuluh.
b. Yang di-i
Contoh: ketua, kehendak, kekasih.
B.
Akhiran (sufiks/ sufix)
Akhiran (sufiks/ sufix) adalah imbuhan yang
terletak di akhir kata. Dalam proses pembentukan
kata ini tidak pernah mengalami perubahan bentuk. Proses pembentukannya di
sebut safiksasi (suffixation). Akhiran terdiri dari kan, an, i, nya, man, wati,
wan, asi, isme, in, wi, dan lainnya dalam contoh.
1.Akhiran -an
contoh: -an + pikir→pikiran
Akhiran –an bermakna sebagai berikut.
a. menyatakan tempat
contoh: pangkalan, kubangan
b. menyatakan alat
contoh: ayunan, timbangan
c. menyatakan hal atau cara
contoh: didikan, pimpinan
d. menyatakan akibat, hasil perbuatan
contoh: hukuman, balasan
e. menyatakan sesuatu yang di-
contoh: cacatan, suruhan
a. menyatakan tempat
contoh: pangkalan, kubangan
b. menyatakan alat
contoh: ayunan, timbangan
c. menyatakan hal atau cara
contoh: didikan, pimpinan
d. menyatakan akibat, hasil perbuatan
contoh: hukuman, balasan
e. menyatakan sesuatu yang di-
contoh: cacatan, suruhan
2. Akhiran -in
contoh: -in +
hadir→hadirin
3. Akhiran -wan
contoh: -wan + karya→karyawan
4. Akhiran –wati
contoh: -wati +
karya→karyawati
5. Akhiran –wi
contoh: -wi+ manusia→manusiawi.
6. Akhiran -kan
contoh: -kan + baca→bacakan
7. Akhiran –i
contoh: -i + alam→alami
8. Akhiran –nya
contoh: -nya + tinggi→tingginya
C. Sisipan (infiks /infix)
Sisipan (infiks/ infix) adalah imbuhan yang terletak di
dalam kata. Jenis imbuhan ini tidak produktif, artinya pemakaiannya terbatas
hanya pada kata-kata tertentu. Jadi hampir tidak mengalami pertambahan secara umum.
Sisipan terletak pada suku pertama kata dasarnya, yang memisahkan konsonan
pertama dengan vokal pertama suku tersebut. Prosesnya imbuhan kata tersebut di
sebut infixation. Imbuhan yang berupa sisipan seperti: -er-, -el-, -em- dan
-in.
a.sisipan -er
contoh: -er + gigi→gerigi
b.sisipan -el
contoh: -el + tunjuk
→telunjuk
c.sisipan
-em
contoh: -em +
gertak→gemertak
d.sisipan
-in
contoh: in + kerja→kinerja
2.3 Kelas
Kata
2.3.1 Kelas Terbuka
Kelas terbuka yaitu kelas yang keanggotaannya dapat bertambah atau berkurang sewaktu - waktu berkenaan dengan perkembangan sosial budaya yang terjadi dalam masyarakat penutur suatu bahasa. Anggota dari kelas terbuka yaitu nomina, verba dan adjektiva.
Kelas terbuka yaitu kelas yang keanggotaannya dapat bertambah atau berkurang sewaktu - waktu berkenaan dengan perkembangan sosial budaya yang terjadi dalam masyarakat penutur suatu bahasa. Anggota dari kelas terbuka yaitu nomina, verba dan adjektiva.
a. Nomina
Menurut Arifin (2007:109) , nomina atau kata benda dapat dilihat dari segi semantis, sintaktis dan bentuk. Dari segi semantis nomina adalah kata yang mengacu pada manusia, binatang, benda dan konsep atau pengertian, seperti orang, kursi, ayam, dan pengetahuan. Secara sintaksis nomina memiliki ciri berikut :
Nomina cenderung menduduki fungsi subjek, objek atau pelengkap dalam kalimat verbal. Misalnya pada kalimat Masyarakat kita hendaknya bersungguh-sungguh mengawasi kinerja pemerintah, kata masyarakat (subjek) dan pemerintah (objek)
Menurut Arifin (2007:109) , nomina atau kata benda dapat dilihat dari segi semantis, sintaktis dan bentuk. Dari segi semantis nomina adalah kata yang mengacu pada manusia, binatang, benda dan konsep atau pengertian, seperti orang, kursi, ayam, dan pengetahuan. Secara sintaksis nomina memiliki ciri berikut :
Nomina cenderung menduduki fungsi subjek, objek atau pelengkap dalam kalimat verbal. Misalnya pada kalimat Masyarakat kita hendaknya bersungguh-sungguh mengawasi kinerja pemerintah, kata masyarakat (subjek) dan pemerintah (objek)
adalah
nomina.
Nomina tidak dapat diingkarkan dengan
kata tidak, tetapi diingkarkan dengan bukan. Jadi
kalimat Ibu saya seorang dokter harus diingkarkan menjadi Ibu saya bukan
seorang
dokter.
Pada umumnya nomina dapat diikuti oleh adjektiva, baik langsung maupun diantara oleh yang. Misalnya, Sepeda dan Koran (nomina) karena dapat dirangkaikan menjadi Sepeda bagus dan Koran bekas, atau Sepeda yang bagus dan Koran yang sudah bekas. Selain itu, jika dilihat dari adverbia pendampingnya, ciri utama nomina.
Pada umumnya nomina dapat diikuti oleh adjektiva, baik langsung maupun diantara oleh yang. Misalnya, Sepeda dan Koran (nomina) karena dapat dirangkaikan menjadi Sepeda bagus dan Koran bekas, atau Sepeda yang bagus dan Koran yang sudah bekas. Selain itu, jika dilihat dari adverbia pendampingnya, ciri utama nomina.
Pertama, tidak dapat didahului
oleh
adverbia negasi tidak. Kedua,
tidak dapat didahului oleh adverbia
derajat agak (lebih,
sangat, dan paling). Ketiga,
tidak dapat diketahui oleh adverbia keharusan wajib. Keempat, dapat didahului oleh adverbia yang menyatakan
jumlah, seperti satu, sebuah,
sebatang.
Bentuk nomina dapat berupa nomina dasar dan nomina turunan. Nomina dasar berwujud satu morfem. Nomina dasar terdiri atas nomina dasar umum dan nomina dasar khusus. Contoh nomina dasar umum: gambar, tahun, meja, pisau, rumah, tongkat, malam, ksatria, dan hukum. Contoh nomina dasar khusus: adik, bibi, paman, Anna, Lampung, dan Syawal. Nomina turunan dihasilkan lewat afiksasi, perulangan atau kemajemukan. Misalnya, nomina turunan kebesaran diturunkan dari kata besar, tetapi pembesaran dari verba turunan membesarkan.
Bentuk nomina dapat berupa nomina dasar dan nomina turunan. Nomina dasar berwujud satu morfem. Nomina dasar terdiri atas nomina dasar umum dan nomina dasar khusus. Contoh nomina dasar umum: gambar, tahun, meja, pisau, rumah, tongkat, malam, ksatria, dan hukum. Contoh nomina dasar khusus: adik, bibi, paman, Anna, Lampung, dan Syawal. Nomina turunan dihasilkan lewat afiksasi, perulangan atau kemajemukan. Misalnya, nomina turunan kebesaran diturunkan dari kata besar, tetapi pembesaran dari verba turunan membesarkan.
b.
Verba
Ciri utama verba dapat diketahui lewat perilaku semantik dan sintaksis serta bentuk morfologisnya. Adapun ciri- cirinya sebagai berikut:
1. Verba berfungsi sebagai predikat atau inti predikat kalimat.
2. Verba mengandung makna perbuatan, keadaan yang bukan sifat atau bukan
Ciri utama verba dapat diketahui lewat perilaku semantik dan sintaksis serta bentuk morfologisnya. Adapun ciri- cirinya sebagai berikut:
1. Verba berfungsi sebagai predikat atau inti predikat kalimat.
2. Verba mengandung makna perbuatan, keadaan yang bukan sifat atau bukan
kualitas.
3. Verba yang bermakna keadaan tidak dapat diberi prefiks ter- untuk
3. Verba yang bermakna keadaan tidak dapat diberi prefiks ter- untuk
menyatakan makna paling.
Jadi tidak ada kata terhidup, termati, maupun
terpingsan.
4. Verba tidak dapat bergabung dengan kata penunjuk kesangatan (agak, amat
4. Verba tidak dapat bergabung dengan kata penunjuk kesangatan (agak, amat
sangat dan sebagainya).
Ciri utama verba dilihat dari adverbia yang mendampingi.
Ciri utama verba dilihat dari adverbia yang mendampingi.
Pertama,
dapat di dampingi adverbia
negasi
tidak
dan
tanpa.
Kedua, dapat
didampingi oleh semua adverbia frekuensi.
Seperti, sering, jarang, kadang-kadang, dan sebagainya. Ketiga,
tidak dapat di dampingi
oleh kata bilangan
dengan
golongannya. Namun, dapat didampingi oleh semua
adverbia
jumlah seperti, kurang, sedikit,
dan cukup. Keempat,
tidak dapat didampingi
oleh
adverbia
derajat
seperti, agak, cukup, lebih,
paling, dan sedikit. Kelima, dapat didampingi
oleh semua adverbia kala (tenses). Contoh : sudah, sedang, tengah, lagi, akan, hendak, dan
mau. Keenam, dapat didampingi
oleh semua adverbia keselesaian. Contoh: belum, baru, sedang, dan sudah. Ketujuh, dapat didampingi oleh semua adverbia
keharusan. Contoh:
boleh, harus, dan wajib. Kedelapan, dapat di dampingi oleh semua adverbia kepastian. Contoh :
pasti, tentu, mungkin, dan barangkali.
Kedudukan verba sebagai predikat dapat di bedakan menjadi verba yang membutuhkan nomina sebagai objek (transitif) dan verba yang tidak membutuhkan nomina sebagai objek (intransitif). Contoh : (verba transitif) Bu Nina sedang mencuci piring dan (verba intransitif) Adik sedang mandi.
Kedudukan verba sebagai predikat dapat di bedakan menjadi verba yang membutuhkan nomina sebagai objek (transitif) dan verba yang tidak membutuhkan nomina sebagai objek (intransitif). Contoh : (verba transitif) Bu Nina sedang mencuci piring dan (verba intransitif) Adik sedang mandi.
c. Adjektiva
Fungsi adjektiva di dalam kalimat adalah memberikan keterangan lebih khusus tentang sesuatu yang di nyatakan oleh nomina ( menjadi atribut bagi nomina). Adjektiva dapat berfungsi predikatif ataupun adverbial. Fungsi predikatif dan adverbial itu dapat mengacu ke suatu keadaan. Seperti, mabuk, sakit, basah, dan sebagainya. Adjektiva dapat digunakan untuk menyatakan tingkat kualitas dan tingkat bandingan acuan nomina yang diterangkannya. Tingkat kualitas yang di tegaskan antara lain kata sangat dan agak (yang diletakkan di depan adjektiva). Contoh: Badannya sangat kuat. Tingkat bandingan dapat dinyatakan dengan kata lebih dan paling, di depan adjektiva.
Fungsi adjektiva di dalam kalimat adalah memberikan keterangan lebih khusus tentang sesuatu yang di nyatakan oleh nomina ( menjadi atribut bagi nomina). Adjektiva dapat berfungsi predikatif ataupun adverbial. Fungsi predikatif dan adverbial itu dapat mengacu ke suatu keadaan. Seperti, mabuk, sakit, basah, dan sebagainya. Adjektiva dapat digunakan untuk menyatakan tingkat kualitas dan tingkat bandingan acuan nomina yang diterangkannya. Tingkat kualitas yang di tegaskan antara lain kata sangat dan agak (yang diletakkan di depan adjektiva). Contoh: Badannya sangat kuat. Tingkat bandingan dapat dinyatakan dengan kata lebih dan paling, di depan adjektiva.
Ciri
utama adjektiva atau kata
keadaan dilihat dari adverbia
yang mendampinginya. Pertama, tidak didampingi
oleh adverbia frekuensi
sering, jarang, dan kadang-kadang. Jadi
tidak mungkin ada frasa sering indah. Kedua,
tidak dapat didampingi
oleh adverbia jumlah, seperti, banyak bagus. Ketiga, dapat
didampingi oleh semua
adverbia derajat. Contoh : agak tinggi. Keempat, dapat
didampingi oleh adverbia kepastian pasti, tentu, mungkin, dan barangkali.
Contoh: pasti indah, tentu baik. Kelima,
tidak dapat diberi adverbia kala (tenses) hendak dan mau. Contoh: hendak
indah.
Ada dua jenis
adjektiva yaitu adjektiva
bertaraf (pengungkap kualitas) dan adjektiva tak bertaraf (pengungkap keanggotaan sesuatu di dalam
golongan). Adapun adjektiva bertaraf
dibagi menjadi:
1) Adjektiva pemeri sifat, yaitu memberikan kualitas atau intensitas fisik atau mental. Contoh: rumah bersih, lingkungan nyaman.
2) Adjektiva ukuran, mengacu pada kualitas yang dapat diukur secara kuantutatif. Contoh: pekerjaan berat.
3) Adjektiva warna, yaitu mengacu pada warna sesuatu.
1) Adjektiva pemeri sifat, yaitu memberikan kualitas atau intensitas fisik atau mental. Contoh: rumah bersih, lingkungan nyaman.
2) Adjektiva ukuran, mengacu pada kualitas yang dapat diukur secara kuantutatif. Contoh: pekerjaan berat.
3) Adjektiva warna, yaitu mengacu pada warna sesuatu.
Contoh:
seperti baju merah.
4) Adjektiva waktu, mengacu pada proses perbuatan, atau keadaan beradanya atau berlangsungnya sesuatu. Contoh: lama, segera, sering, cepat.
5) Adjektiva jarak, yaitu mengacu pada ruang antara dua benda, tempat atau maujud (entitas) sesuatu (yang menjadi pewatas nomina) seperti, lumayan jauh, jarak dekat.
6) Adjektiva sikap batin, yaitu bertalian dengan atau merujuk pada suasana hati atau perasaan. Misalnya, bahagia, kasih, bangga.
7) Adjektiva cerapan, yaitu bertalian dengan penglihatan, pendengaran, penciuman, perabaan, dan pencitra rasaan. Contoh: gemerlap, bising, busuk, halus.
4) Adjektiva waktu, mengacu pada proses perbuatan, atau keadaan beradanya atau berlangsungnya sesuatu. Contoh: lama, segera, sering, cepat.
5) Adjektiva jarak, yaitu mengacu pada ruang antara dua benda, tempat atau maujud (entitas) sesuatu (yang menjadi pewatas nomina) seperti, lumayan jauh, jarak dekat.
6) Adjektiva sikap batin, yaitu bertalian dengan atau merujuk pada suasana hati atau perasaan. Misalnya, bahagia, kasih, bangga.
7) Adjektiva cerapan, yaitu bertalian dengan penglihatan, pendengaran, penciuman, perabaan, dan pencitra rasaan. Contoh: gemerlap, bising, busuk, halus.
Kedua, adjektiva tak bertaraf, menyebabkan acuan nomina yang diatasinya
berada di dalam atau di luar kelompok tertentu. Misal, dunia ghaib, orang lancing,
jalan buntu.
2.3.2 Kelas Tertutup
Kelas tertutup adalah kelas kata yang jumlah anggotanya terbatas dan tidak
tampak kemungkinan untuk bertambah atau berkurang. Adapun yang termasuk anggota
Kelas tertutup adalah kelas kata yang jumlah anggotanya terbatas dan tidak
tampak kemungkinan untuk bertambah atau berkurang. Adapun yang termasuk anggota
kelas tertutup adalah adverbia,
preposisi, konjungsi, numeralia, pronomina, artikulus,
interjeksi dan partikel.
a. Adverbia
Adverbia lazim disebut kata keterangan atau kata keterangan tambahan. Fungsinya
Adverbia lazim disebut kata keterangan atau kata keterangan tambahan. Fungsinya
adalah menerangkan
kata kerja, kata
sifat dan jenis kata yang lainnya. Adverbia
disebut sebagai kata-kata yang bertugas mendampingi
nomina, verba dan adjektiva,
bahkan adverbia inilah yang dijadikan
dasar kriteria untuk menentukan kata-kata
berkelas
nomina, verba atau adjektiva.
Dilihat
dari segi semantik, yakni dari komponen makna utama
yang dimiliki dapat dilihat adanya kata-kata yang berkelas adverbia yang memiliki komponen makna
sebagai berikut:
1) [+ negasi] yaitu kata-kata tidak, bukan, tanpa, dan tiada. Kata tidak untuk negasi
1) [+ negasi] yaitu kata-kata tidak, bukan, tanpa, dan tiada. Kata tidak untuk negasi
kelas
verba dan adjektiva. Kata bukan untuk negasi kelas nomina,
bisa juga untuk
kelas
verba dan adjektiva yang berada dalam konstruksi berkontras. Katatanpa untuk
negasi
kelas nomina dan verba. Kata tiada untuk negasi kelas nomina
dan verba.
2) [+
frekuensi] yakni kata-kata sering,
jarang, kadang-kadang, biasanya, sesekali.
acapkali, dan selalu. Adverbia
ini hanya dapat digunakan untuk kelas verba.
3) [+ kuantitas atau jumlah] yaitu adverbia banyak, sedikit, semua, seluruh,
3) [+ kuantitas atau jumlah] yaitu adverbia banyak, sedikit, semua, seluruh,
beberapa, dan
sebagian. Umumnya kata ini dapat mendampingi nomina, namun
sebagian dapat
mendampingi verba.
4) [+ kualitas atau derajat] yaitu adverbia agak, cukup, lebih, kurang, sangat, sedikit,
4) [+ kualitas atau derajat] yaitu adverbia agak, cukup, lebih, kurang, sangat, sedikit,
paling, dan sekali.
Adverbia ini mendampingi kata-kata kelas adjektiva.
5) [+ waktu atau kala] yaitu adverbia sudah, sedang, lagi, tengah, akan, hendak.
5) [+ waktu atau kala] yaitu adverbia sudah, sedang, lagi, tengah, akan, hendak.
Adverbia ini mendampingi
verba tindakan.
6) [+ keselesaian] yaitu adverbia sudah, belum, baru, dan sedang. Adverbia ini
6) [+ keselesaian] yaitu adverbia sudah, belum, baru, dan sedang. Adverbia ini
mendampingi
verba dan adjektiva.
7) [+ keharusan] yaitu boleh, harus, wajib, dan mesti. Adverbia ini mendampingi kelas
7) [+ keharusan] yaitu boleh, harus, wajib, dan mesti. Adverbia ini mendampingi kelas
verba.
8) [+ pembatasan] yaitu adverbia hanya dan saja. Adverbia ini mendampingi kelas
8) [+ pembatasan] yaitu adverbia hanya dan saja. Adverbia ini mendampingi kelas
verba, nomina,
dan numeralia.
9) [+ kepastian] yaitu pasti, tentu, mungkin, dan barangkali. Adverbia ini mendampingi
9) [+ kepastian] yaitu pasti, tentu, mungkin, dan barangkali. Adverbia ini mendampingi
kelas verba.
b. Pronomina
Pronomina lazim disebut kata ganti karena tugasnya menggantikan nomina yang ada. Secara umum dibedakan empat macam pronominal, yaitu:
1) Kata ganti diri, yaitu pronomina yang menggantikan nomina orang atau yang
Pronomina lazim disebut kata ganti karena tugasnya menggantikan nomina yang ada. Secara umum dibedakan empat macam pronominal, yaitu:
1) Kata ganti diri, yaitu pronomina yang menggantikan nomina orang atau yang
diorangkan,
baik berupa nama diri atau bukan nama
diri. Kata ganti ini dibedakan
menjadi
kata ganti orang pertama, kedua, ketiga, baik tunggal maupun jamak.
2) Kata ganti penunjuk, yaitu kata ini dan itu yang digunakan untuk mengganti nomina
2) Kata ganti penunjuk, yaitu kata ini dan itu yang digunakan untuk mengganti nomina
sekaligus
dengan penunjukan, ini untuk menunjukkan
sesuatu yang dekat dan itu
untuk
menunjukkan sesuatu yang jauh dari pembicara.
3) Kata ganti tanya, yaitu kata yang digunakan untuk menanyakan sesuatu. Kata ganti
3) Kata ganti tanya, yaitu kata yang digunakan untuk menanyakan sesuatu. Kata ganti
tanya
adalah apa, siapa, mengapa, begaimana, kenapa, berapa, dan dimana.
4) Pronomina tak tentu, adalah kata-kata yang digunakan untuk menggantikan nomina
4) Pronomina tak tentu, adalah kata-kata yang digunakan untuk menggantikan nomina
yang tidak
tentu. Kata ganti tak tentu
meliputi seseorang, salah seorang, siapa saja,
setiap orang, masing-masing, suatu, sesuatu, salah satu, beberapa.
c. Numeralia
(Kata Bilangan)
Kata bilangan adalah kata-kata yang menyatakan jumlah, urutan, nomor, bilangan, dan himpunan. Menurut bentuk dan fungsinya bilangan dibicarakan adanya kata bilangan utama, bilangan genap, bilangan ganjil, bulat, pecahan, tingkat, dan kata bantu bilangan. Contoh: satu, dua, seratus, satu juta, kelima, dan sebagainya.
Kata bantu bilangan disebut juga kata penjodoh bilangan atau kata penggolong bilangan, adalah kata-kata yang digunakan sebagai tanda pengenal nomina tertentu dan ditempatkan diantara kata bilangan dengan nominanya. Kata bantu bilangan yang lazim digunakan adalah orang untuk manusia, ekor untuk binatang dan buah untuk benda umum. Selain itu, secara spesifik digunakan juga kata-kata batang, lembar, helai, biji, butir, bilah, pucuk, carik, pasang, kuntum, tangkai, dan rumpun.
Kata bilangan adalah kata-kata yang menyatakan jumlah, urutan, nomor, bilangan, dan himpunan. Menurut bentuk dan fungsinya bilangan dibicarakan adanya kata bilangan utama, bilangan genap, bilangan ganjil, bulat, pecahan, tingkat, dan kata bantu bilangan. Contoh: satu, dua, seratus, satu juta, kelima, dan sebagainya.
Kata bantu bilangan disebut juga kata penjodoh bilangan atau kata penggolong bilangan, adalah kata-kata yang digunakan sebagai tanda pengenal nomina tertentu dan ditempatkan diantara kata bilangan dengan nominanya. Kata bantu bilangan yang lazim digunakan adalah orang untuk manusia, ekor untuk binatang dan buah untuk benda umum. Selain itu, secara spesifik digunakan juga kata-kata batang, lembar, helai, biji, butir, bilah, pucuk, carik, pasang, kuntum, tangkai, dan rumpun.
d. Preposisi
Preposisi atau kata depan ialah kata yang digunakan untuk merangkaikan nomina dengan verba di dalam suatu klausa. Secara semantik, preposisi ini menyatakan beberapa makna, yaitu:
1) Tempat berada, yaitu preposisi di, pada, dalam, atas, dan antara.
2) Arah asal, yaitu preposisi dari.
3) Arah tujuan, yaitu preposisi ke, kepada, akan, dan terhadap.
4) Pelaku, yaitu preposisi oleh.
5) Alat, yaitu preposisi dengan dan berkat.
6) Perbandingan, yaitu preposisi dari pada.
7) Hal atau masalah, yaitu preposisi tentang dan mengenai.
8) Akibat, yaitu preposisi hingga atau sehingga dan sampai.
9) Tujuan, yaitu preposisi untuk, buat, guna, dan bagi.
Preposisi atau kata depan ialah kata yang digunakan untuk merangkaikan nomina dengan verba di dalam suatu klausa. Secara semantik, preposisi ini menyatakan beberapa makna, yaitu:
1) Tempat berada, yaitu preposisi di, pada, dalam, atas, dan antara.
2) Arah asal, yaitu preposisi dari.
3) Arah tujuan, yaitu preposisi ke, kepada, akan, dan terhadap.
4) Pelaku, yaitu preposisi oleh.
5) Alat, yaitu preposisi dengan dan berkat.
6) Perbandingan, yaitu preposisi dari pada.
7) Hal atau masalah, yaitu preposisi tentang dan mengenai.
8) Akibat, yaitu preposisi hingga atau sehingga dan sampai.
9) Tujuan, yaitu preposisi untuk, buat, guna, dan bagi.
e. Konjungsi
atau Kata Hubung
Konjungsi adalah kata-kata yang menghubungkan satuan-satuan sintaksis. Baik kata dengan kata, frase dengan frase, klausa dengan klausa dan kalimat dengan kalimat. Dilihat dari kedudukannya, konjungsi dibedakan menjadi dua:
1. Konjungsi koordinatif
Konjungsi koordinatif adalah konjungsi yang menghubungkan dua unsur kalimat atau lebih yang kedudukannya sederajat atau setara. Contoh : dan, dengan, serta, atau, tetapi, namun, sebaliknya, sedangkan, melainkan, hanya, bahkan, malah, lagipula, apalagi, jangankan, kecuali, kemudian, lalu, selanjutnya, setelah itu, yaitu, yakni, ialah, adalah, dan bahwa.
Konjungsi adalah kata-kata yang menghubungkan satuan-satuan sintaksis. Baik kata dengan kata, frase dengan frase, klausa dengan klausa dan kalimat dengan kalimat. Dilihat dari kedudukannya, konjungsi dibedakan menjadi dua:
1. Konjungsi koordinatif
Konjungsi koordinatif adalah konjungsi yang menghubungkan dua unsur kalimat atau lebih yang kedudukannya sederajat atau setara. Contoh : dan, dengan, serta, atau, tetapi, namun, sebaliknya, sedangkan, melainkan, hanya, bahkan, malah, lagipula, apalagi, jangankan, kecuali, kemudian, lalu, selanjutnya, setelah itu, yaitu, yakni, ialah, adalah, dan bahwa.
2.
Konjungsi subordinatif
Konjungsi subordinatif adalah konjungsi yang menghubungkan dua unsur kalimat atau lebih yang kedudukannya tak sederajat. Artinya kedudukan klausa yang satu lebih tinggi (sebagai klausa utama) dan yang kedua sebagai klausa bawahan (lebih rendah). Contoh: sebab, karena, kalau, jikalau, jika, bila, bilamana, apabila, asalkan, agar, supaya, ketika, sewaktu, sebelum, sesudah, tatkala, sejak, sambil, selama, sampai, hingga, sehingga, untuk, guna, meskipun, biarpun, kendatipun, sekalipun, seandainya, seperti, laksana, dan sebagai.
Dilihat dari luas jangkauannya, konjungsi dibagi menjadi dua:
1. Konjungsi intrakalimat
2. Konjungsi antarkalimat
Konjungsi antar kalimat adalah konjungsi yang digunakan untuk menghubungkan kalimat satu dengan kalimat lain yang berada dalam satu paragraf.
Konjungsi subordinatif adalah konjungsi yang menghubungkan dua unsur kalimat atau lebih yang kedudukannya tak sederajat. Artinya kedudukan klausa yang satu lebih tinggi (sebagai klausa utama) dan yang kedua sebagai klausa bawahan (lebih rendah). Contoh: sebab, karena, kalau, jikalau, jika, bila, bilamana, apabila, asalkan, agar, supaya, ketika, sewaktu, sebelum, sesudah, tatkala, sejak, sambil, selama, sampai, hingga, sehingga, untuk, guna, meskipun, biarpun, kendatipun, sekalipun, seandainya, seperti, laksana, dan sebagai.
Dilihat dari luas jangkauannya, konjungsi dibagi menjadi dua:
1. Konjungsi intrakalimat
2. Konjungsi antarkalimat
Konjungsi antar kalimat adalah konjungsi yang digunakan untuk menghubungkan kalimat satu dengan kalimat lain yang berada dalam satu paragraf.
Contoh: jadi,
karena itu, oleh sebab itu,
kalau begitu, dengan demikian, lagipula, apalagi, namun, dan sebaliknya.
f. Artikulus
Artikulus atau kata sandang adalah kata-kata yang berfungsi sebagai penentu atau mendefinitkan nomina, adjektiva, atau kelas lain.
Artikulus atau kata sandang adalah kata-kata yang berfungsi sebagai penentu atau mendefinitkan nomina, adjektiva, atau kelas lain.
Contoh: si dan sang, the dalam
bahasa Inggris, het dan de dalam bahasa
Belanda. Contoh: Mana si gendut, dari tadi belum muncul juga.
g. Interjeksi
Interjeksi adalah kata-kata yang mengungkapkan perasaan batin.
Interjeksi adalah kata-kata yang mengungkapkan perasaan batin.
Misalnya
karena kaget, marah, terharu, kangen, kagum, sedih, dan sebagainya.
Contoh: wah,
cih, nah, oi, oh, hah, astaga, Alhamdulillah, aduh, celaka, gila, kasihan,
bangsat, dancelaka.
h. Partikel
Disamping kata-kata yang termasuk kelas-kelas di atas, ada pula sejumlah bentuk yang disini disebut partikel, seperti, lah, kah, tah, pun, dan per. Partikel ini ada yang berfungsi sebagai penegas dan ada pula yang bukan.
Disamping kata-kata yang termasuk kelas-kelas di atas, ada pula sejumlah bentuk yang disini disebut partikel, seperti, lah, kah, tah, pun, dan per. Partikel ini ada yang berfungsi sebagai penegas dan ada pula yang bukan.
Contoh: Ambilah
mana yang kamu suka!,Saya tidak tahu diapun tidak tahu.
2.4 Perbedaan Kata dan Morfem
Perbedaan
antara morfem dan kata yaitu pada
lingkup kajian morfologi
morfem merupakan objek kajian terkecil dan kata
merupakan objek kajian terbesar.
BAB
III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kata
adalah unsur bahasa yang diucapkan atau dituliskan yang merupakan
perwujudan kesatuan perasaan dan pikiran
yang dapat digunakan dalam bahasa. kata dasar adalah kata yang belum
ditambahkan dengan awalan, imbuhan atau akhiran. Kata turunan adalah kata dasar yang mendapat imbuhan, baik
berupa awalan, sisipan atau akhiran, maupun gabungan kata.
Kelas
terbuka yaitu kelas
yang keanggotaannya dapat bertambah
atau berkurang sewaktu - waktu berkenaan dengan perkembangan
sosial budaya yang
terjadi dalam masyarakat penutur suatu bahasa. Anggota
dari kelas terbuka
yaitu nomina, verba
dan adjektiva. Kelas tertutup adalah kelas kata yang
jumlah
anggotanya terbatas dan
tidak tampak kemungkinan untuk bertambah atau berkurang. Adapun yang
termasuk anggota kelas tertutup adalah adverbia,
preposisi, konjungsi, numeralia,
pronomina, artikulus, interjeksi
dan partikel. Perbedaan antara morfem dan kata yaitu pada
lingkup kajian morfologi
morfem merupakan objek kajian terkecil dan kata
merupakan objek kajian terbesar.
GAADA DAFTAR PUSTAKA APA YAA?
ReplyDelete