Thursday, May 21, 2015

Makalah Morfologi (Hakikat Kata)

BAB I
PENDAHULUAN

1.1    Latar Belakang

             Istilah kata sering kita dengar dan sering kita gunakan. Malah barangkali kata kata ini hampir setiap hari dan setiap saat selalu kita gunakan dalam segala kesemptan dan untuk segala keperluan. Namun, kalau di tanya apakah kata itu? Maka jawabannya barangkali tidak semudah menggunakannya. Para linguis yang sehari-hari bergelut dengan kata ini, hingga dewasa ini kiranya tidak pernah mempunyai kesamaan pendapat mengenai konsep apa yang disebut kata itu.
Para tata bahasawan tradisional biasanya memberi pengertian terhadap kata berdasarkan arti dan ortografi. Menurut mereka kata adalah satuan bahasa yang memiliki satu pengertian atau kata adalah deretan huruf yang di apit oleh dua buah spasi dan mempunyai satu arti. Dalam kajian bahasa arab malah di katakan “kata-kata dalam bahasa arab biasanya terdiri dari tiga huruf”. Pendekatan arti dan ortografi dari kata bahasa tradisional ini banyak menimbulkan masalah. Kata-kata seperti sikat, kucing, dan spidol  memang bisa dipahami sebagai satu kata; tetapi bentuk-bentuk seperti matahari, tiga puluh dan luar negeri apakah sebuah kata, ataukah dua buah kata, bisa di perdebatkan orang. Pendekatan ortografi untuk bahasa-bahasa yang menggunakan hurufnya Latin, bisa dengan mudah dipahami meskipun masih timbul persoalan. Pendekatan ortografi ini agak sukar di terapkan untuk bahasa yang tidak menggunakan huruf Latin, sebab, misalnya, bagaimana kita harus menentukan spasi pada aksara Cina, Jepang, atau juga aksara Arab.
  
1.2    Rumusan Masalah
1.      Apa yang dimaksud dengan Kata ?
2.      Apa yang dimaksud dengan Kata Dasar ?
3.      Apa yang dimaksud dengan Kata Turunan ?
4.      Apa yang dimaksud dengan Kelas Terbuka ?
5.      Apa yang dimaksud dengan Kelas Tertutup ?
6.      Apa Perbedaan Kata dengan Morfem ?

1.3    Tujuan
Tujuan dalam penulisan makalah ini adalah mengetahui mengenai hakikat kata serta untuk menambah pengetahuan dan mempermudah proses pembelajaran serta bermanfaat bagi kita semua.



BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Hakikat Kata

Menurut kamus besar bahasa Indonesia, kata adalah unsur bahasa yang diucapkan atau dituliskan yang merupakan perwujudan kesatuan perasaan dan pikiran yang dapat digunakan dalam bahasa. Para tata bahasawan struktural, terutama penganut aliran Bloomfield, tidak lagi membicarakan kata sebagai satuan lingual dan menggantikannya dengan satuan yang disebut morfem. Mereka membahas morfem ini dari berbagai segi dan pandangan. Tetapi tidak pernah mempersoalkan apakah kata itu. Batasan kata yang di buat Bloomfield sendiri, yaitu kata adalah satuan bebas terkecil (a minimal free form) tidak pernah di  ulas atau di komentari, seolah-olah batasan itu sudah bersifat final. Para linguis setelah Bloomfield juga tidak menaruh perhatian khusus terhadap konsep kata. Malah tata bahasa Generatif Transformasi, yang di cetuskan dan di kembangkan oleh Comsky, meskipun menyatakan kata adalah dasar analisis kalimat, hanya menyajikan kata itu dengan symbol-simbol V (verba), N (nomina), A (adjektiva), dan sebagainya. Tidak di bicarakannya hakikat kata secara khusus oleh kelompok Bloomfield dan pengikutnya adalah karena dalam analisis bahasa, mereka melihat hierarki bahasa sebagai: fonem, morfem dan kalimat. Berbeda dengan tata bahasa tradisional yang melihat hierarki bahasa sebagai : kata dan kalimat.
Batasan kata yang umum kita jumpai dalam berbagai buku linguis Eropa adalah bahwa kata merupakan bentuk yang, kedalam mempunyai susunan fonologis yang stabil dan tidak berubah dan keluar mempunyai kemungkinan mobilitas di dalam kalimat. Batasan tersebut mengiratkan dua hal. Pertama, bahwa setiap kata mempunyai susunan fonem yang urutannya tetap dan tidak dapat berubah, serta tidak dalam di selipi atau di selang oleh fonem lain. Jadi, misalnya, kata sikat, urutan fonemnya adalah /s/, /i/, /k/, /a/, dan /t/ urutan itu tidak dapat di ubah menjadi /s/, /k/, /a/, /i/, dan /t/. atau di selipi fonem lain, misalnya, menjadi /s/, /i/, /u/, /k/, /a/, dan /t/ keduanya setiap kata mempunyai kebebasan berpindah tempat di dalam kalimat, atau tempatnya dapat di isi atau di gantikan oleh kata lain; atau juga dapat di pisahkan dari kata lainnya.
Ciri pertama, kiranya tidak menimbulkan masalah, tetapi ciri kedua menimbulkan masalah. Misalnya, kalimat nenek membaca komik itu kemarin. Kalimat itu terdiri dari lima buah kata, yaitu nenek, membaca, komik, itu, dan kemarin. Setiap kata mempunyai susunan dan urutan fonem yang tetap dan tidak dapat di ubah tempatnya. Sebaliknya, posisi setiap kata dapat di pindahkan, umpamanya, menjadi kemarin kemarin nenek membaca komik itu atau nenek kemarin membaca komik itu. Sampai disitu tidak ada masalah. Namun, ternyata kita tidak dapat menemptkan kata kemarin diantara kata komik dan kata itu, sebab konstruksi nenek membaca komik kemarin itu tidak berterima. Ini berarti juga, urutan kata komik itu tidak dapat di pindahkan kemana-mana di dalam kalimat tersebut.
Dalam bahasa-bahasa berfleksi, seperti bahasa latin, bahasa arab, bahasa italia, dan bahasa inggris, setiap kategori kata (verba, nomina, adjektiva, dsb). Biasanya mempunyai sejumlah bentuk yang sesuai dengan fungsi gramatikal atau sintaksis kata itu. Kita ambil contoh kata inggris sing, yang mempunyai bentuk lain sings, yaitu untuk orang ketiga tunggal. Di samping itu ada pula bentuk song dan bentuk jamaknya songs. Keempat kata ini yaitu sing, sings, song, dan songs bukanlah empat buah kata yang berbeda melainkan hanya dua buah yang berbeda. kata sing dan sings adalah dua bentuk dari akat yang sama. Perbedaannya terletak pada,  kata sing untuk orang pertama dan kata sings untuk orang ketiga tunggal. Kata song dan songs juga bukan dua buah kata yang berbeda, melainkan sebuah kata yang sama. Perbedaannya, bentuk song adalah untuk tunggal dan songs untuk jamak. Jadi, secara gramatikal dari deretan empat buah kata inggris di atas hanya ada dua buah kata. Bentuk dasar yang menurunkan kata sing dan sings adalah leksem SING (dalam study linguistic untuk menyatakan bentuk leksem selalu di gunakan huruf besar). Yang menurunkan kata song dan songs adalah leksem SONG.

2.2 Bentuk Kata
      2.2.1 Kata Dasar
                     kata dasar adalah kata yang belum ditambahkan dengan awalan, imbuhan atau
               akhiran
               Misalnya :
Lari (kata dasar) + ber- (awalan) = Berlari 
baik (katas dasar) + ter- (awalan) = Terbaik 

      2.2.2 Kata Turunan
                       Perubahan yang disebabkan karena adanya  afiks atau imbuhan baik di awal (prefiks atau awalan), tengah (infiks atau sisipan), maupun akhir (sufiks atau akhiran) kata. Syarat afiksasi yaitu kata afiks itu harus dapat ditempatkan pada bentuk-bentuk lain untuk membentuk kata atau pokok kata baru. Contoh: kata minuman, kata ini terdiri dari dua unsur langsung, yaitu kata minum yang di sebut bentuk bebas dan –an yang di sebut bentuk terikat. Makna ini di sebut makna afiks. Contoh kata yang lain seperti: kata timbangan, pikiran, satuan, gambaran, buatan, bungkusan.
                     Kata afiks itu merupakan bentuk terikat, tidak dapat berdiri sendiri dan secara gramatis (tertulis) selalu melekat pada bentuk lain. Contoh: kedua, kehendak, kekasih, ketua, artinya antara imbuhan ke- dan kata dua tidak dapat di pisahkan, karena apabila dipisahkan akan mempunyai arti yang berbeda. Demikian juga dengan kata kehendak, kekasih dan ketua. Berbeda halnya dengan bentuk di seperti pada kata di rumah, di pekarangan, di ruang, tidak dapat di golongkan afiks, karena sebenarnya bentuk itu secara gramatis mempunyai sifat bebas. Demikian halnya dengan bentuk ke seperti pada kata ke rumah, ke toko, ke kota , ini tidak dapat di golongkan afiks. Jadi, dalam afiks hanya dapat di bentuk apabila imbuhan itu dalam bentuk terikat.
Afiks tidak memiliki arti leksis, artinya tidak mempunyai pertalian arti karena kata itu berupa imbuhan. Sedangkan imbuhan itu dapat mempengaruhi arti kata itu sendiri. Contoh: bentuk –nya yang sudah tidak mempunyai pertalian arti dengan ia. Misalnya: rupanya, agaknya, termasuk golongan afiks, karena hubungannya dengan arti leksisnya sudah terputus.
Imbuhan itu dapat mengubah makna, jenis dan fungsi sebuah kata dasar atau bentuk dasar menjadi kata lain, yang fungsinya berbeda dengan kata dasar atau bentuk dasar.
Contoh: afiks baru: pembaruan → peng- an. Pada contoh ini terjadi perubahan bentuk imbuhan dari pem- an menjadi peng- an, hal ini terjadi karena pengaruh asimilasi bunyi. Kata belakang → keterbelakangan → terbelakang. Pada kata ini terjadi perubahan bentukke-an.

     Macam-Macam Imbuhan (Afiks)
A. Awalan (prefiks/ prefix) 
Awalan (prefiks / prefix) adalah imbuhan yang terletak di awal kata. Proses awalan (prefiks) ini di sebut prefiksasi (prefixation). Berdasarkan dan pertumbuhan bahasa yang terjadi, maka awalan dalam bahasa indonesia dibagi menjadi dua macam, yaitu imbuhan asli dan imbuhan serapan, baik dari bahasa daerah maupun dari bahasa asing.  Awalan terdiri dari me, di, ke, ter, pe, per, se, ber, dan dijelaskan dalam contoh.
 a.  Awalan me dan pe
Awalan me- pada sebuah kata dasar berfungsi untuk membentuk kata kerja aktif. Awalan pe- pada suatu kata dasar dapat berfungsi menjadi kata benda.
Perubahan awalan me- menjadi meng-, pe- menjadi peng- terjadi jika kata dasar yang mengawali memiliki bunyi: /a/, /e/, /g/, /h/,/i/, /u/, /o/, /k/
Contoh: ambil→mengambil,               

Perubahan awalan me- menjadi men-, pe- menjadi pen- terjadi jika kata dasar yang mengawali memiliki bunyi: /c/, /d/, /j/
Contoh: cuci→ mencuci,             cuci → pencuci

Perubahan awalan me- menjadi mem-, pe- menjadi pem- terjadi jika kata dasar yang mengawali memiliki bunyi: /b/, /f/, /v/
Contoh: beli→membeli                        beli→ pembeli

Perubahan awalan me menjadi meny-, pe- menjadi peny- terjadi jika kata dasar yang mengawali memiliki bunyi: /s/
Contoh: siksa→ menyiksa               siksa→ penyiksa
Awalan me tetap menjadi me apabila kata dasar yang mengawali memiliki bunyi: /l/, /m/, /n/, /ng/, /r/, dan /w/.
Contoh: lirik → melirik      

Kata dasar yang memiliki bunyi /p/, /t/, /k/ diubah menjadi /m/ dan /n/
Contoh: pakai – memakai, pemakai
Kata dasar yang tidak mengalami perubahan bunyi awalan adalah: /l/, /m/, /n/, /r/.
Contoh: lamar – melamar, pelamar
Awalan me(N)- memiliki makna sebagai berikut.
a. Melakukan perbuatan.
    Contoh: mengambil, menjual, menilai.
b. Melakukan perbuatan dengan alat.
    Contoh: mengail, menyabit, mencangkul.
c. Menjadi atau dalam keadaan.
    Contoh: menurun, meluap, meninggi.

b.  Awalan ber
Penggunaan awalan ber- mempunyai kaidah-kaidah sebagai berikut.
1. Apabila diikuti bentuk dasar yang berhuruf awal /r/ atau yang suku kata awalnya   berakhir       dengan –er-, maka awalan ber- berubah menjadi be-.
                 Contoh: ber + rantai → berantai
                 2. Apabila bertemu dengan kata ajar maka ber berubah menjadi bel. 
Contoh: ber + ajar → belajar
3. Apabila diikuti kata dasar selain yang disebutkan di atas, ber- tidak mengalami perubahan   bentuk.
 Contoh:  ber + balik → berbalik

Awalan ber- bermakna sebagai berikut.
a. Melakukan perbuatan.
    Contoh: bernyanyi, berbaur, berdandan.
b. Mempunyai
    Contoh: beratap, berhasil, beruang, berambut.
c. Memakai/menggunakan/mengendarai.
    Contoh: berbaju, bersepeda, bersepatu.
 

c.  Awalan di dan ter
Awalan di- dan ter- berfungsi membentuk kata kerja dan membawa arti yang pasif. Penempatan obyek di depan sebagai subyek dalam kalimat dan pemindahan pelaku menjadi obyek dalam kalimat dapat diterapkan untuk kedua awalan ini.
Contoh: Kotoran itu diinjak oleh temanku. (membawa arti pasif)
               Pintu itu tertutup. (arti fasif)
       Awalan ter- menyatakan makna sebagai berikut.
a. Sudah di- atau dapat di-.
    Contoh: tertutup, terbuka.
b. Ketidaksengajaan
    Contoh: terbawa, terpegang, terlihat, tertendang.
d. Awalan se
    Awalan se- berfungsi untuk membentuk kata benda.
    Contoh: Ikat → seikat,
Makna-makna yang dikandung awalan se- adalah sebagai berikut.
a. Berarti satu
    Contoh: sebuah, sebatang, seorang, seekor, sebutir.
b. Berarti seluruh atau seisi
    Contoh: sedesa, serumah, sekampung, senegeri.
e.  Awalan ke-
                 berfungsi membentuk kata kerja intransitif ( tidak membutuhkan obyek).
     Contoh: Luar → keluar (Ia sedang keluar .)
     Makna yang terkandung pada awalan –ke adalah sebagai berikut.
     a. Bermakna tingkat atau kumpulan
         Contoh: kesatu, kedua, ketiga, kesepuluh.
     b. Yang di-i
         Contoh: ketua, kehendak, kekasih.

          B. Akhiran (sufiks/ sufix)
Akhiran (sufiks/ sufix) adalah imbuhan yang terletak di akhir kata. Dalam proses   pembentukan kata ini tidak pernah mengalami perubahan bentuk. Proses pembentukannya di sebut safiksasi (suffixation). Akhiran terdiri dari kan, an, i, nya, man, wati, wan, asi, isme, in, wi, dan lainnya dalam contoh.
1.Akhiran -an
                  contoh: -an + pikir→pikiran
      Akhiran –an bermakna sebagai berikut.
a. menyatakan tempat
    contoh: pangkalan, kubangan
b. menyatakan alat
    contoh: ayunan, timbangan
c. menyatakan hal atau cara
    contoh: didikan, pimpinan
d. menyatakan akibat, hasil perbuatan
    contoh: hukuman, balasan
e. menyatakan sesuatu yang di-
    contoh: cacatan, suruhan

2. Akhiran -in
    contoh: -in + hadir→hadirin
3. Akhiran -wan
    contoh: -wan + karya→karyawan
4. Akhiran –wati
    contoh: -wati + karya→karyawati
5. Akhiran –wi
    contoh: -wi+ manusia→manusiawi.
6. Akhiran -kan
    contoh: -kan + baca→bacakan
7. Akhiran –i
    contoh: -i + alam→alami
8. Akhiran –nya
    contoh: -nya + tinggi→tingginya

C. Sisipan (infiks /infix)
Sisipan (infiks/ infix) adalah imbuhan yang terletak di dalam kata. Jenis imbuhan ini tidak produktif, artinya pemakaiannya terbatas hanya pada kata-kata tertentu. Jadi hampir tidak mengalami pertambahan secara umum. Sisipan terletak pada suku pertama kata dasarnya, yang memisahkan konsonan pertama dengan vokal pertama suku tersebut. Prosesnya imbuhan kata tersebut di sebut infixation. Imbuhan yang berupa sisipan seperti: -er-, -el-, -em- dan -in.
a.sisipan -er
contoh: -er + gigi→gerigi
b.sisipan -el
contoh: -el + tunjuk →telunjuk
c.sisipan -em
contoh: -em + gertak→gemertak
d.sisipan -in
contoh: in + kerja→kinerja



2.3  Kelas Kata
2.3.1 Kelas Terbuka
       Kelas  terbuka  yaitu  kelas  yang  keanggotaannya  dapat  bertambah  atau  berkurang sewaktu - waktu   berkenaan   dengan   perkembangan  sosial  budaya  yang  terjadi  dalam masyarakat penutur suatu bahasa. Anggota  dari  kelas  terbuka  yaitu  nomina,  verba  dan adjektiva.
a.        Nomina
          Menurut Arifin  (2007:109) ,  nomina  atau  kata  benda  dapat  dilihat  dari  segi semantis,  sintaktis  dan bentuk. Dari  segi semantis nomina adalah kata yang mengacu pada  manusia,  binatang,  benda  dan  konsep  atau  pengertian,  seperti  orang,  kursi, ayam, dan pengetahuan. Secara sintaksis nomina memiliki ciri berikut :
Nomina  cenderung  menduduki   fungsi  subjek,  objek  atau pelengkap dalam kalimat verbal.  Misalnya   pada   kalimat  Masyarakat  kita  hendaknya  bersungguh-sungguh mengawasi  kinerja  pemerintah,  kata  masyarakat  (subjek)  dan  pemerintah  (objek)
adalah nomina.
Nomina tidak dapat diingkarkan dengan kata tidak, tetapi diingkarkan dengan bukan. Jadi kalimat Ibu  saya  seorang  dokter  harus  diingkarkan  menjadi  Ibu  saya  bukan
seorang dokter.
          Pada umumnya  nomina  dapat  diikuti  oleh  adjektiva,  baik  langsung  maupun diantara oleh yang. Misalnya,  Sepeda dan Koran (nomina) karena dapat dirangkaikan menjadi  Sepeda  bagus  dan Koran  bekas, atau Sepeda  yang bagus dan  Koran  yang  sudah bekas. Selain itu, jika dilihat dari adverbia  pendampingnya, ciri utama nomina. 
Pertama,   tidak  dapat  didahului  oleh   adverbia  negasi   tidakKedua,  tidak  dapat     didahului  oleh  adverbia  derajat  agak  (lebih, sangat, dan paling). Ketiga, tidak dapat diketahui oleh  adverbia  keharusan  wajib.  Keempat,  dapat  didahului  oleh  adverbia  yang  menyatakan  jumlah,  seperti  satusebuahsebatang.
Bentuk  nomina  dapat   berupa   nomina   dasar  dan  nomina  turunan.  Nomina  dasar berwujud satu  morfem. Nomina  dasar  terdiri  atas  nomina  dasar  umum dan nomina dasar   khusus. Contoh  nomina  dasar  umum:  gambar,  tahun,  meja,  pisau,   rumah, tongkat, malam, ksatria,  dan  hukum. Contoh nomina dasar khusus: adik, bibi, paman, Anna, Lampung, dan Syawal. Nomina  turunan  dihasilkan  lewat  afiksasi,  perulangan atau   kemajemukan.   Misalnya,   nomina   turunan   kebesaran   diturunkan   dari kata besar, tetapi pembesaran dari verba turunan membesarkan.
 


b.         Verba
          Ciri utama verba dapat diketahui lewat   perilaku   semantik  dan  sintaksis  serta bentuk   morfologisnya.  Adapun  ciri- cirinya  sebagai  berikut:
1. Verba berfungsi sebagai predikat atau inti predikat kalimat.
2. Verba   mengandung   makna  perbuatan,   keadaan  yang  bukan  sifat  atau  bukan
    kualitas.
3. Verba   yang    bermakna     keadaan    tidak   dapat    diberi    prefiks    ter-    untuk
    menyatakan   makna    paling.  Jadi   tidak   ada   kata   terhidup,  termati,  maupun
    terpingsan.
4. Verba   tidak   dapat   bergabung   dengan  kata  penunjuk  kesangatan  (agak, amat
    sangat dan sebagainya).
          Ciri utama  verba  dilihat  dari   adverbia  yang  mendampingi. 
Pertama,   dapat   di dampingi    adverbia   negasi   tidak   dan   tanpa.   Kedua,  dapat didampingi oleh semua adverbia  frekuensi.  Seperti, sering, jarang,  kadang-kadang,  dan   sebagainya.   Ketiga,  tidak  dapat   di  dampingi   oleh   kata   bilangan   dengan  golongannya.   Namun,   dapat   didampingi  oleh   semua  adverbia   jumlah  seperti,  kurang,  sedikit,   dan   cukup.   Keempat,  tidak   dapat   didampingi   oleh    adverbia   derajat  seperti,  agak,  cukup,  lebih, paling, dan  sedikitKelima,  dapat  didampingi  oleh  semua  adverbia  kala  (tenses).  Contoh :   sudah,  sedang,  tengah,   lagi,  akan,  hendak, dan  mauKeenam,  dapat  didampingi   oleh   semua   adverbia  keselesaian.  Contoh: belum, baru, sedang,   dan   sudah.  Ketujuh,  dapat  didampingi  oleh  semua  adverbia    keharusan.  Contoh:    boleh,   harus,   dan    wajib.   Kedelapan,   dapat  di  dampingi   oleh   semua  adverbia   kepastian.  Contoh :   pasti,  tentu,  mungkin,  dan  barangkali.
          Kedudukan  verba  sebagai  predikat   dapat  di  bedakan   menjadi  verba  yang membutuhkan nomina sebagai  objek  (transitif) dan verba yang  tidak  membutuhkan nomina  sebagai   objek  (intransitif).   Contoh  :   (verba  transitif)   Bu  Nina  sedang mencuci piring dan (verba intransitif) Adik sedang mandi. 

c.       Adjektiva
          Fungsi adjektiva di dalam kalimat  adalah  memberikan keterangan lebih khusus tentang   sesuatu    yang  di  nyatakan   oleh  nomina  ( menjadi  atribut  bagi  nomina). Adjektiva   dapat   berfungsi   predikatif   ataupun   adverbial.   Fungsi  predikatif  dan adverbial itu dapat   mengacu  ke   suatu  keadaan.  Seperti,  mabuk,  sakit,  basah, dan sebagainya. Adjektiva dapat digunakan untuk menyatakan tingkat kualitas dan tingkat bandingan  acuan  nomina  yang  diterangkannya.  Tingkat  kualitas  yang  di tegaskan antara lain kata sangat dan agak (yang diletakkan di depan adjektiva). Contoh: Badannya   sangat   kuat.  Tingkat  bandingan  dapat  dinyatakan  dengan  kata lebih dan paling, di depan adjektiva.
         Ciri   utama   adjektiva    atau    kata    keadaan    dilihat    dari    adverbia     yang mendampinginya.    Pertama,   tidak   didampingi   oleh   adverbia   frekuensi   sering, jarang, dan  kadang-kadang. Jadi tidak mungkin ada frasa sering indah.  Kedua,  tidak dapat   didampingi   oleh   adverbia   jumlah,  seperti,    banyak   bagusKetiga,  dapat didampingi   oleh   semua   adverbia   derajat.  Contoh :  agak  tinggiKeempat,  dapat didampingi oleh adverbia kepastian pasti, tentu, mungkin, dan barangkali. Contoh: pasti indah, tentu baik. Kelima, tidak dapat diberi adverbia kala (tenses) hendak dan mau. Contoh: hendak indah.
          Ada  dua  jenis  adjektiva  yaitu  adjektiva  bertaraf    (pengungkap kualitas)  dan adjektiva tak bertaraf  (pengungkap keanggotaan sesuatu di dalam golongan).  Adapun adjektiva bertaraf dibagi menjadi:
1) Adjektiva  pemeri  sifat,  yaitu  memberikan  kualitas  atau   intensitas   fisik   atau mental. Contoh: rumah bersih, lingkungan nyaman.
2) Adjektiva ukuran, mengacu  pada  kualitas yang dapat  diukur  secara  kuantutatif.    Contoh: pekerjaan berat.
3) Adjektiva warna, yaitu mengacu pada warna sesuatu.
Contoh: seperti  baju  merah.
4) Adjektiva waktu,  mengacu  pada   proses   perbuatan,   atau   keadaan   beradanya  atau berlangsungnya sesuatu. Contoh: lama, segera, sering, cepat.
5) Adjektiva jarak,  yaitu mengacu pada ruang antara dua benda, tempat atau maujud (entitas)  sesuatu  (yang menjadi pewatas nomina)  seperti, lumayan jauh,  jarak dekat.
6) Adjektiva sikap batin,  yaitu bertalian dengan atau merujuk pada suasana hati atau perasaan. Misalnya, bahagia, kasih, bangga.
7) Adjektiva cerapan, yaitu bertalian dengan penglihatan,  pendengaran,  penciuman, perabaan, dan pencitra rasaan. Contoh: gemerlap, bising, busuk, halus.
Kedua,  adjektiva  tak bertaraf,  menyebabkan acuan nomina yang diatasinya berada di dalam atau di luar kelompok tertentu.  Misal, dunia ghaib, orang lancing, jalan buntu.

       2.3.2 Kelas Tertutup
                Kelas  tertutup  adalah   kelas   kata   yang   jumlah  anggotanya  terbatas  dan  tidak
       tampak kemungkinan untuk bertambah atau berkurang. Adapun  yang   termasuk  anggota
       kelas tertutup  adalah  adverbia,  preposisi,  konjungsi,  numeralia,  pronomina,  artikulus,
       interjeksi dan partikel.
a. Adverbia
         Adverbia lazim disebut kata keterangan atau kata keterangan tambahan.  Fungsinya
    adalah  menerangkan  kata  kerja,  kata  sifat  dan  jenis  kata  yang  lainnya.   Adverbia
    disebut sebagai kata-kata yang bertugas  mendampingi  nomina,  verba  dan  adjektiva,
    bahkan  adverbia  inilah  yang  dijadikan  dasar  kriteria  untuk  menentukan  kata-kata
     berkelas nomina, verba atau adjektiva.
   
               Dilihat dari  segi  semantik, yakni  dari  komponen  makna  utama  yang  dimiliki dapat dilihat adanya kata-kata yang  berkelas adverbia yang memiliki komponen makna sebagai berikut:
1) [+ negasi] yaitu kata-kata tidak, bukan, tanpa,  dan  tiada.  Kata  tidak  untuk  negasi
         kelas verba dan adjektiva. Kata bukan untuk negasi  kelas  nomina,  bisa  juga  untuk
         kelas verba dan adjektiva yang berada dalam konstruksi berkontras. Katatanpa untuk
         negasi kelas nomina dan verba. Kata tiada untuk negasi kelas nomina dan verba.
     2) [+ frekuensi] yakni  kata-kata  sering,  jarang,  kadang-kadang,  biasanya,  sesekali.
         acapkali, dan selalu. Adverbia ini hanya dapat digunakan untuk kelas verba.
3) [+ kuantitas   atau   jumlah]   yaitu   adverbia    banyak,    sedikit,    semua,    seluruh,
         beberapa, dan  sebagian. Umumnya  kata  ini  dapat  mendampingi  nomina,  namun
         sebagian dapat mendampingi verba.
4) [+ kualitas atau derajat] yaitu adverbia agak, cukup,  lebih,  kurang,  sangat,  sedikit,
          paling, dan sekali. Adverbia ini mendampingi kata-kata kelas adjektiva.
5) [+ waktu atau kala]  yaitu  adverbia  sudah,   sedang,   lagi,  tengah,   akan,   hendak.
         Adverbia ini mendampingi verba tindakan.
6) [+ keselesaian]    yaitu   adverbia  sudah,  belum,  baru,  dan  sedang.   Adverbia   ini
         mendampingi verba dan adjektiva.
7) [+ keharusan] yaitu boleh, harus, wajib, dan mesti.  Adverbia ini mendampingi kelas
         verba.
8) [+ pembatasan] yaitu  adverbia  hanya  dan  saja.  Adverbia  ini  mendampingi  kelas
         verba, nomina, dan numeralia.
9) [+ kepastian] yaitu pasti, tentu, mungkin, dan barangkali. Adverbia ini mendampingi
         kelas verba.

 b. Pronomina
          Pronomina lazim disebut  kata ganti karena tugasnya menggantikan nomina yang ada. Secara umum dibedakan empat macam pronominal, yaitu:
1) Kata  ganti  diri,   yaitu   pronomina  yang  menggantikan  nomina  orang  atau  yang
         diorangkan,  baik berupa nama diri atau bukan nama diri.  Kata  ganti  ini  dibedakan
         menjadi kata ganti orang pertama, kedua, ketiga, baik tunggal maupun jamak.
2) Kata ganti penunjuk,  yaitu kata ini dan itu yang digunakan untuk mengganti nomina
         sekaligus dengan penunjukan, ini untuk  menunjukkan  sesuatu  yang  dekat  dan  itu
         untuk menunjukkan sesuatu yang jauh dari pembicara.
3) Kata ganti tanya, yaitu kata yang digunakan untuk menanyakan  sesuatu.  Kata  ganti
         tanya adalah apa, siapa, mengapa, begaimana, kenapa, berapa, dan dimana.
4) Pronomina tak tentu, adalah kata-kata yang digunakan untuk  menggantikan  nomina
         yang tidak tentu.  Kata ganti tak tentu meliputi seseorang, salah seorang, siapa saja,
        setiap orang, masing-masing, suatu, sesuatu, salah satu, beberapa.

c.       Numeralia (Kata Bilangan)
          Kata  bilangan  adalah  kata-kata  yang   menyatakan   jumlah,   urutan,   nomor, bilangan,  dan himpunan.  Menurut bentuk dan fungsinya bilangan dibicarakan adanya kata bilangan utama, bilangan genap, bilangan ganjil, bulat, pecahan, tingkat, dan kata bantu bilangan. Contoh: satu, dua, seratus, satu juta, kelima, dan sebagainya.
          Kata   bantu   bilangan   disebut   juga   kata    penjodoh    bilangan    atau    kata  penggolong   bilangan,   adalah   kata-kata   yang  digunakan  sebagai  tanda  pengenal nomina  tertentu  dan  ditempatkan  diantara  kata  bilangan  dengan  nominanya.  Kata bantu  bilangan  yang  lazim  digunakan  adalah  orang   untuk   manusia,   ekor   untuk binatang  dan  buah  untuk  benda  umum. Selain  itu, secara  spesifik  digunakan  juga kata-kata batang, lembar, helai, biji, butir, bilah, pucuk, carik, pasang, kuntum, tangkai, dan rumpun.

d.      Preposisi
          Preposisi  atau  kata  depan  ialah   kata  yang  digunakan   untuk   merangkaikan nomina   dengan   verba   di  dalam   suatu   klausa.   Secara   semantik,   preposisi   ini menyatakan beberapa makna, yaitu:
1)      Tempat berada, yaitu preposisi di, pada, dalam, atas, dan antara.
2)      Arah asal, yaitu preposisi dari.
3)      Arah tujuan, yaitu preposisi ke, kepada, akan, dan terhadap.
4)      Pelaku, yaitu preposisi oleh.
5)      Alat, yaitu preposisi dengan dan berkat.
6)      Perbandingan, yaitu preposisi dari pada.
7)      Hal atau masalah, yaitu preposisi tentang dan mengenai.
8)      Akibat, yaitu preposisi hingga atau sehingga dan sampai.
9)      Tujuan, yaitu preposisi untuk, buat, guna, dan bagi.

e.       Konjungsi atau Kata Hubung
          Konjungsi adalah kata-kata yang menghubungkan satuan-satuan sintaksis. Baik kata  dengan  kata,  frase  dengan  frase,   klausa  dengan  klausa  dan  kalimat  dengan kalimat. Dilihat dari kedudukannya, konjungsi dibedakan menjadi dua:
1. Konjungsi koordinatif
    Konjungsi koordinatif adalah konjungsi  yang  menghubungkan  dua  unsur  kalimat      atau lebih yang kedudukannya sederajat atau setara.  Contoh : dan, dengan, serta, atau, tetapi,  namun,  sebaliknya,  sedangkan,  melainkan,  hanya,  bahkan,  malah,  lagipula, apalagi, jangankan, kecuali, kemudian, lalu, selanjutnya, setelah itu, yaitu, yakni, ialah, adalah, dan bahwa.



2. Konjungsi subordinatif
    Konjungsi subordinatif adalah konjungsi yang menghubungkan  dua  unsur  kalimat atau lebih yang kedudukannya tak sederajat. Artinya kedudukan klausa yang satu lebih tinggi  (sebagai klausa utama) dan yang kedua sebagai klausa bawahan  (lebih rendah). Contoh: sebab, karena,  kalau,  jikalau,  jika, bila, bilamana,  apabila,  asalkan,  agar, supaya, ketika, sewaktu,  sebelum,  sesudah,  tatkala,  sejak,  sambil,  selama,  sampai, hingga, sehingga, untuk, guna, meskipun, biarpun, kendatipun, sekalipun, seandainya, seperti, laksana, dan sebagai.
Dilihat dari luas jangkauannya, konjungsi dibagi menjadi dua:
1. Konjungsi intrakalimat
2. Konjungsi antarkalimat
Konjungsi  antar  kalimat  adalah  konjungsi  yang  digunakan  untuk  menghubungkan kalimat satu dengan kalimat lain yang berada dalam satu paragraf.
Contoh: jadi, karena itu,  oleh  sebab  itu,  kalau  begitu,  dengan  demikian,  lagipula, apalagi, namun, dan sebaliknya.

f.       Artikulus
Artikulus atau kata  sandang  adalah  kata-kata  yang  berfungsi  sebagai  penentu  atau mendefinitkan  nomina, adjektiva, atau kelas lain.
Contoh: si dan sangthe dalam bahasa Inggris, het dan de dalam bahasa Belanda. Contoh: Mana si gendut, dari tadi belum muncul juga.

g.      Interjeksi
Interjeksi adalah kata-kata yang mengungkapkan perasaan batin.
Misalnya karena kaget, marah, terharu, kangen, kagum, sedih, dan sebagainya.
Contoh: wah, cih, nah, oi, oh, hah, astaga, Alhamdulillah, aduh, celaka, gila, kasihan, bangsat, dancelaka.

h.      Partikel
Disamping kata-kata yang  termasuk  kelas-kelas  di  atas,  ada  pula  sejumlah  bentuk yang disini disebut partikel, seperti, lah, kah, tah, pun, dan per. Partikel ini ada yang berfungsi sebagai penegas dan ada pula yang bukan.
Contoh: Ambilah mana yang kamu suka!,Saya tidak tahu diapun tidak tahu.

2.4 Perbedaan Kata dan Morfem
           Perbedaan  antara  morfem  dan  kata  yaitu  pada  lingkup  kajian   morfologi   morfem   merupakan objek kajian terkecil dan kata merupakan objek kajian terbesar.



BAB III
PENUTUP


3.1 Kesimpulan

            Kata adalah unsur bahasa yang diucapkan atau dituliskan yang merupakan perwujudan  kesatuan perasaan dan pikiran yang dapat digunakan dalam bahasa. kata dasar adalah kata yang belum ditambahkan dengan awalan, imbuhan atau akhiran. Kata turunan adalah kata dasar yang mendapat imbuhan, baik berupa awalan, sisipan atau akhiran, maupun gabungan kata.
            Kelas  terbuka  yaitu  kelas  yang  keanggotaannya  dapat  bertambah  atau  berkurang sewaktu - waktu   berkenaan   dengan   perkembangan  sosial  budaya  yang  terjadi  dalam masyarakat penutur suatu bahasa. Anggota  dari  kelas  terbuka  yaitu  nomina,  verba  dan adjektiva.  Kelas  tertutup  adalah   kelas   kata   yang   jumlah  anggotanya  terbatas  dan  tidak tampak kemungkinan untuk bertambah atau berkurang. Adapun  yang   termasuk  anggota kelas tertutup  adalah  adverbia,  preposisi,  konjungsi,  numeralia,  pronomina,  artikulus, interjeksi dan partikel. Perbedaan  antara  morfem  dan  kata  yaitu  pada  lingkup  kajian   morfologi   morfem   merupakan objek kajian terkecil dan kata merupakan objek kajian terbesar.




1 comment: